KALAMANTHANA, Palangka Raya – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 akan tercatat dalam sejarah sebagai pemilihan umum pertama yang dilaksanakan di masa pandemi virus. Demi keselamatan seluruh pihak yang terlibat di pelaksanaan, pilkada ini akan mengalami beberapa “modifikasi”.
Seperti diketahui, pilkada serentak di beberapa wilayah di Indonesia tetap digelar tahun ini, meski prosesnya mengalami penundaan akibat pandemi Covid-19. Di Kalimantan Tengah, dua pilkada yang akan dilaksanakan adalah Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur serta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kotawaringin Timur.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam kunjungan kerja ke Kalteng, Minggu (19/7), meyakinkan ajang pesta demokrasi ini tetap bisa dilaksanakan dengan lancar dan aman. Syaratnya, seluruh pihak yang terkait dalam pelaksanaanya aktif menjalankan beberapa modifikasi pelaksanaan pilkada yang mengacu pada protokol keselamatan Covid-19.
Dijelaskannya, beberapa perbedaan pelaksanaan proses pilkada tahun ini dibanding waktu sebelumnya sudah dimulai sejak fase verifikasi faktual. Di beberapa daerah penyelenggara, proses itu dilakukan secara virtual untuk menghindari terjadinya kerumunan massa.
Baca Juga: Tito: Tak Ada Alasan Tunda Pilkada, Kita Tak Tahu Kapan Pandemi Berakhir
Kemudian, proses pencocokan dan penelitian (coklit) data calon pemilih juga dilaksanakan sesuai standar keselamatan di masa pandemi Covid-19.
“Ketentuannya memang harus dilakukan secara langsung. Jadi perlu hati-hati. Petugas yang diturunkan ke rumah-rumah warga untuk melakukan pendataan dipastikan dulu kondisi kesehatannya,” terang Mendagri saat memberikan arahan di acara diskusi yang digelar di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur Kalteng, kemarin.
Dikatakannya, para petugas coklit ini terlebih dahulu menjalani rapid test. Mereka juga dibekali dengan perangkat keamanan seperti masker, face shield (pelindung wajah), sarung tangan, dan hand sanitizer yang wajib digunakan saat melakukan kegiatan lapangan itu.
Mantan Kapolri itu melanjutkan, pada fase pendaftaran figur bakal calon kepala daerah, tidak boleh lagi ada pengerahan massa dalam jumlah besar. Tidak boleh lagi ada arak-arakan, konvoi, dan lainnya.
Kemudian, pada fase kampanye nanti juga tidak boleh lagi ada aksi konvoi dan semacamnya. “Jumlah massa harus dibatasi. Kandidat harus bisa mengatur pendukungnya. Itu juga tes bagi mereka, bagaimana bisa mengatur daerah kalau mengatur pendukungnya saja tidak bisa,” tegasnya.
Perubahan lain yang perlu dilakukan adalah saat pelaksanaan pemungutan suara. Jumlah pemilih dalam satu Tempat Pemungutan Suara (TPS) sebaiknya dikurangi menjadi maksimal 500 orang.
“Artinya TPS akan ditambah, petugas ditambah, juga pengawas, personel pengamanan, dan alat-alat pelaksanaan pemungutan suara,” paparnya.
Di TPS harus tersedia fasilitas cuci tangan, sabun, masker yang bisa dibagikan kepada pemilih yang tidak membawa, sarung tangan, dan baju hazmat untuk petugas di area yang ada pemilihnya positif Covid-19.
“Pengadaan ini perlu anggaran tambahan. Pengajuannya sedang diproses di pusat. Jika pemerintah daerah sudah bisa mengatasi, maka akan mempermudah tugas Kemendagri terutama Dirjen Keuangan,” sebutnya.
Tito yang hadir di Bumi Tambun Bungai didampingi lima pejabat Direktorat Jenderal (Dirjen) di lingkungan Kemendagri membenarkan adanya kekhawatiran berkurangnya tingkat partisipasi pemilih di Pilkada 2020 ini akibat ketakutan terhadap Covid-19.
Menurutnya, kekhawatiran tersebut harus bisa dibalik dengan cara mengingatkan masyarakat akan pentingnya tujuan Pilkada di kondisi pandemi ini.
“Pilkada ini merupakan momentum bagi masyarakat untuk menentukan kepala daerah yang mau dan mampu mengatasi krisis akibat dampak pandemi Covid-19,” ingatnya.
Selain itu, Mendagri juga mengajak seluruh pihak untuk menjadikan Pilkada ini sebagai trigger (pemicu) perubahan prilaku masyarakat di masa pandemi Covid-19 atau yang disebut new normal. (sar)
Discussion about this post