KALAMANTHANA, Sampit – Sempat viral di media sosial diduga aksi mogok kerja yang dilakukan oleh ratusan karyawan PT Maju Aneka Sawit (MAS) Bakung Estate, di Kecamatan Kota Besi baru-baru ini membuat Ketua Fraksi PKB DPRD Kotim M.Abadi berang.
Dia menilai permasalahan antara ratusan karyawan dengan pihak management perusahaan tersebut harus segera ditindaklanjuti agar hak-hak karyawan sebagai buruh perushaan tidak terabaikan.
Bahkan dalam hal ini Abadi yang merupakan anggota dewan dari Dapil V ini meminta dengan tegas agar Disnaker tidak tutup mata dan segera mencari solusi atas duduk persoalan yang terjadi tersebut.
“Kami minta Disnaker Kabupaten Kotim agar jangan tutup mata terhadap permasalahan antara karyawan dengan perusahan berkaitan dugaan masalah upah lembur dan perjanjian kerja seperti yang baru-baru ini terjadi bahkan sempat viral di medsos di PT Maju Aneka Sawit Bakung Mas Estate, ini sudah menjadi kewajiban Disnaker untuk menegakkan aturan, sehingga tidak ada alasan Disnaker tidak punya kewenangan,” ungkapnya Kamis (30/7/2020) malam usai menonton video aksi mogok kerja karyawan tersebut.
Bahkan Abadi juga menekankan apabila dalam kasus ini Disnaker diam, bahkan merasa tidak ada kewenangan berkaitan dengan masalah karyawan atau tenaga kerja tersebut, dia menyarankan agar kantor Disnaker ditutup supaya tidak menggerus anggaran APBD yang dinilainya tidak profesional dan epektif dalam menjalankan tugas dan fungsi dalam menegakkan aturan di bidang pekerjaan.
“Lebih baik ditutup saja kantor Disnaker agar tidak menghabiskan anggaran APBD saja, kerena selama ini lemahnya pengawasan oleh instansi terkait, sehingga rata-rata perusahaan di kotim ini tidak mentaati bahkan sulit menaatu berkaitan hak-hak yang diatur dalam undang-undang no 13 tahun 2003 pekerja seperti ketentuan Pasal 31, dimana setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih,mendapatkan,atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak,” timpalnya.
Bahkan Abadi mengutif Pasal 88 ayat (1) yaitu setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Adapun kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berkaitan dengan upah minimum,upah kerja lembur, dan upah tidak masuk kerja karena berhalangan, upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya dan, upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya.
“Pasal 86 ayat 1 juga sudah jelas disebtukan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas, keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Bahkan ayat (2) berbunyi Untuk melindungi keselamatan pekerja atau buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja, ini dulu yang harus diperhatikan pihak investor,” timpalnya.
Disisi lain menurutnya dalam Pasal 111 terkait Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat, hak dan kewajiban pengusaha, hak dan kewajiban pekerja atau buruh, syarat kerja, tata tertib perusahaan, dan jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.Sedangkan dalam Pasal 114, Pengusaha wajib memberitahukan serta menjelaskan isi dan memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja atau buruh.
“Ada lagi dalam Pasal 145 UU Ketenaga kerjaan dimana dalam pasal ini disebutkan bahwa,Dalam hal pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, bahkan pekerja atau buruh berhak mendapatkan upah. Bahkan dalam Pasal 63 tertulis bahwa Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja atau buruh yang bersangkutan,” paparnya.
Abadi juga menjelaskan dalam bahwa Pasal 188 UUK menyatakan, Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat (3), Pasal 114, dan Pasal 148, dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
“Beberapa ketentuan pasal diatas selama ini sepertinya tidak tersentuh oleh Disnaker Kotim, sehingga mereka seakan-akan tidak berdaya ketika berhadapan dengan pengusaha yang merebut hak-hak karyawan atau buruh, padahal ketentuan sangat jelas apabila berkaiatan dengan permaslahan perjanjian kerja diatur di dalam peraturan mentri tanaga kerja no 28 tahun 2014 serta ketentuan Pasal 54 UUD 13 tahun 2003 dan berkaitan waktu kerja lembur serta upah kerja lembur di keputusan mentri tenaga kerja no 102 tahun 2004,” tandasnya.
Dalam kasus ini M.Abadi juga mengharapkan agar dinas lingkungan hidup dan aparat penegak hukum baik pihak Kepolisian,Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi agar bisa melakukan pengecekan terhadap aktivitas dan perijinan perkebunan PT Maju Aneka Sawit Bakung Mas Estate karena diduga yang terjadi bukan hanya sekedar permasalahan karyawan, namun juga ada dugaan permasalahan dengan kerusakan lingkungan hidup dan lain sebagainya.
“Karena menurut kami bukan hanya masalah karyawan saja yang harus di tindak tetapi juga ada dugaan melakukan pengrusakan alam, yakni menyebabkan tersumbat atau dangkalnya sungai ABA dan sungai LAIS yang berada di wilayah Desa Tangar, serta kurangnya bentuk segi pengamanan didalam ruang lingkup perusahan seperti sumur dan kolam yang sangat penting, agar tidak terulang kembali menelan korban jiwa seperti yang terjadi beberapa bulan lalu yang menyebabkan meninggalnya salah satu anak karyawan dari Desa Tangar yang disebabkan tenggelam didalam kolam pengairan bekas pembibitan bakung mas estate ini,” tutupnya.
Sementara itu pihak managemen PT MAS di konfirmasi Kalamanthana.id melalui via telepon, yakni Rusli Salim tadi siang masih dalam perjalanan keluar kota sehingga komunikasi terputus. “Saya dalam perjalanan ke Palangkaraya ini masih di jalan,” tuturnya. (drm)
Discussion about this post