KALAMANTHANA, Sampit – Salah seorang karyawan PT Karya Makmur Bahagia (KMB), Ardianto, harus menerima hadiah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) lantaran disebut melakukan pelanggaran berat, penganiayaan, dan lainnya terhadap atasan yakni asisten perusahaan setempat atas nama David belum lama ini.
Berdasarkan surat PHK yang dibuat oleh management perusahan PT KMB dan dikeluarkan pada hari ini Selasa (18/8/2020) tersebut jelas tertulis beberapa poin pelanggaran yang dilakukan oleh bersangkutan (Ardianto) yang merupakan Driver atau sopir perusahaan tersebut. Ardianto sendiri di berhentikan atau di PHK lantaran memukul, menganiaya, mengintimidasi, berkelahi, atau menyerang atasannya.
Namun lantaran tidak terima dirinya di PHK Ardianto mengadukan hal ini kepada Anggota DPRD Kotim M.Abadi yang juga merupakan Ketua Fraksi PKB DPRD Kotim tersebut. Menurut Abadi berdasarkan aduan korban (Ardianto) ini kronologis kejadian bermula ketika korban mengurus istrinya yang hendak dimutasi oleh pihak management perusahaan tersebut.
“Terjadilah cekcok dengan Davit asisten dan operator genset atas nama Rahman, sehingga terjadi pengeroyokan kepada yang bersangkutan, sehingga terjadi saling balas, dan yang saya tidak habis pikir kenapa di PHK, sedangkan dasar PHK ini sudah barang tentu melalui prosedur yang ada yakni hasil keputusan sidang di pengadilan,” ungkap Abadi Selasa (18/8/2020).
Bahkan dalam hal ini juga Abadi menekankan, pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja seketika tanpa minta persetujuan atau penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial. Sehingga akibat PHK secara seketika yang dilakukan oleh pengusaha tersebut,sesuai edaran menteri tenaga kerja republik indonesia nomor :SE 13 /Men/sj-hk/ 1/2005 terhadap tindakan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 012/PUU-I/2003, sehingga Ketentuan Pasal 158 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
“Termasuk juga apabila dalam Perjanjian Kerja Bersama dicantumkan klausula kesalahan berat sebagai alasan untuk melakukan PHK, maka ketentuan tersebut tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. Perlu di catat tindakan PHK apabila dipaksakan dilakukan tanpa proses hukum sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 158 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut terhadap pekerja yang melakukan atau diduga melakukan kesalahan berat berdampak pada hilangnya hak asasi karyawan atau pekerja yang bersangkutan, dan dinilai bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, serta melanggar azas praduga tidak bersalah atau preassumption of innocence,” ujarnya.
Sementara itu, dalam hal ini pihak Management PT KMB melalui Sastra Arjuna Sitepu dikonfirmasi via pesan watsapp-nya hanya membaca dan belum memberikan komentar saat disinggung berkaitan dengan dugaan pengeroyokan yang dilakukan oleh asisten atas nama Davit dan Rahman operator genset tersebut. (drm)
Discussion about this post