KALAMANTHANA, Muara Teweh – “Saya cukup malu, baru dua bulan jadi camat, belasan warga saya ditangkap dengan tuduhan pencurian. Padahal saya tahu mereka mencari makan, sesuap nasi, di atas tanah leluhur mereka sendiri,” kata Camat Teweh Selatan Asmuri (bukan Aspuni, seperti berita terdahulu) dengan nada getir, usai menjemput delapan petani warga Desa Pandran Raya dari Lapas II B, Muara Teweh, Selasa (13/4/2021).
Kutipan di atas disampaikan oleh Asmuri sebagai bentuk tanggungjawab seorang pemimpin, sekaligus kekecewaan mendalam, lantaran begitu mudah warga dilaporkan ke polisi oleh perusahaan besar sawit (PBS) Antang Ganda Utama/DSN.
Baca Juga: Usai Ditahan 5 Bulan, 8 Petani Asal Pandran Raya Bebas
Asmuri didampingi Kepala Desa Pandran Raya Mus Muliadi kepada Kalamanthana.id, Selasa siang menyatakan ungkapan syukurnya, karena bertepatan hari pertama bulan Ramadan, delapan orang warganya bebas dari Lapas II B Muara Teweh. Mereka menyusul tiga orang lainnya yang lebih dulu bebas pada Maret 2021.
Asmuri berharap, ke depan jika ada masalah, PT AGU bisa mengedepankan musyawarah dengan melibatkan pemerintah kecamatan dan desa, bukan langsung masuk ke ranah hukum.
“Pemerintah akan secepatnya menyelesaikan tata batas, karena sekarang menjadi sengketa terus. Kami juga minta kepada pihak perusahaan kalau ada sengketa seperti itu, alangkah baiknya dibicarakan dulu dengan camat. Jangan langsung-langsung ke atas. Ini sangat mengganggu perasaan kami,” tegas pria yang lama berkarir dibidang pendidikan ini.
Kades Pandran Raya Mus Muliadi berujar, PT AGU jangan semena-mena terhadap warga saat menyikapi masalah yang terjadi di lahan perkebunan sawit. “Hak-hak masyarakat mesti diakomodir,” ujar dia.
Sebanyak delapan orang petani Pandran Raya bebas hari ini atas nama Agayanto, Rendi Saputra, Gerindil, Yanuar Yuda Lesmana, Adri, Umbun, Cahmudi, dan Toni Kusmoyo. Sedangkan tiga orang yang bebas pada Maret lalu adalah Susanto, Purwanto, dan Riki Kardo.
Mereka dilaporkan oleh PT AGU kepada polisi pada 13 November 2020. Setelahpenyelidikan dan penyidikan, mereka menjalani proaes persidangan di PN Barito Utara.
Para petani didakwa pelanggaran tiga pasal dakwaan, yakni pencurian pasal 362 KUHP, UU Darurat tentang senjata tajam nomor 12/1951, dan Pasal 107 UU Perkebunan nomor 39/2014. JPU menuntut lima bulan penjara dan hakim memvonis mereka sesuai dengan tuntutan. Adapun ancaman maksimal pasal 107 UU nomor 39/2014 tentang perkebunan berupa empat tahun penjara disertai denda paling banyak Rp4 miliar.(mel)
Discussion about this post