KALAMANTHANA, Muara Teweh – Ternyata nama Kepala Desa Muara Mea, Jaya Pura, tertera dalam dua daftar nama penerima uang ganti rugi dari PT Multi Tambangjaya Utama (MUTU), pemegang konsesi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) di Kalimantan Tengah.
Data tersebut dibeberkan,oleh Sutnadi, seorang pewaris warga Desa Muara Mea, Kecamatan Gunung Purei, Kabupaten Barito Utara. Sutnadi berasal dari garis keturunan kakek buyutnya bernama Tidur lalu turun ke Idjau dan terakhir garis kedua orang tuanya, pasangan Satuk dan Yayah.
Sutnadi memaparkan, dalam daftar nama calon penerima uang ganti rugi dari PT MUTU tercatat Jaya Pura masuk dalam dua daftar, yakni:
(1) Mewakili 15 orang untuk lahan seluas 100 hektare dengan nominal uang Rp350 juta.
(2) Atas nama Jaya Pura sendiri lahan seluas 34 hektare nominal uang Rp119 juta.
“Artinya ada uang sebesar Rp469 juta yang bakal diterima Saudara Jaya Pura. Padahal tanah di Muara Mea milik bersama. Belakangan dua orang, termasuk saya dicoret sebagai ahli waris tanpa alasan yang jelas,” beber pria yang juga Kepala Desa Lampeong II, Sabtu (11/12).
Baca Juga: Ini Penjelasan Manajemen PT MUTU Soal Pembebasan Lahan di Muara Mea
Jaya Pura kepada pers, Senin (13/12/2021) tidak membantah terkait namanya ada dalam dua daftar penerima ganti rugi lahan.
“Sutnadi memang tidak mendapatkan bagian atas uang pembebasan lahan tersebut, karena bukan merupakan warga Desa Muara Mea,” tegas Jaya Pura.
Jaya Pura menambahkan, pembebasan lahan merupakan kesepakatan berdasarkan musyawarah. Bahwa penerima ganti rugi adalah penduduk tetap dan penduduk kelahiran Desa Muara Mea.
Sistem pembagian ganti rugi, lanjut Jaya Pura, mencakup:
(1) Penduduk tetap atau berdomisili di Desa Muara Mea mendapat delapan hektare.
(2) Penduduk kelahiran Desa Muara Mea yang pindah karena menikah mendapat empat hektare.
(3) Warga yang hanya lahir di desa Mua Mea mendapat dua hektare.
Jaya Pura bahkan menuding, Sutnadi ingin ikut campur tangan atau intervensi soal ganti rugi lahan di Muara Mea. “Sutnadi datang ke rumah saya, meminta pembagian yang sama seperti masyarakat Desa Muara Mea. Dia tidak mau kalau cuma diberi sejenis saweran,” kata Jaya Pura.
Permintaan tersebut ditolak oleh Jaya Pura, karena alasan Sutnadi bukan warga Muara Mea. ”Soalnya kita nanti bisa dikomplain warga, mengapa orang luar bisa dapat,” sebut dia.
Mengenai dua daftar atas nama dirinya, Jaya Pura menjelaskan, dalam pencairan uang pembebasan lahan, ada warga terkendala pembuatan rekening bank, sehingga untuk pencairan uang di bank menggunakan namanya.
“Ada tiga keluarga yang dimasukan ke kita, makanya luasan atau hektare dan uangnya menjadi banyak. Milik saya dan keluarga hanya berjumlah empat orang. Ini yang dipelesetkan di luaran sana, kades paling banyak dapat,” tutur Jaya Pura.
Dihubungi soal nama Jaya Pura dalam.dua daftar penerima hanto rugi lahan, anggota manajemen PT MUTU Joi Oroh, justru balik bertanya dari mana media mendapatkan informasi dan data tersebut.
“Info dari mana itu. Berarti bukan data PT MUTU, kan. Bukan dari PT MUTU. Konfirmasi ke kades, ya,” begitu bunyi pesan singkat Joi, Senin pagi.
Jika benar, PT MUTU belum membebaskan lahan atau minimal mengetahui data daftar calon penerima ganti rugi lahan seluas 300 hektare di Desa Muara Mea, lalu siapa atau pihak mana yang membebaskan di sana? Apakah ada calo alias mafia tanah ikut bermain?(Melkianus He)
Discussion about this post