KALAMANTHANA, Muara Teweh – Full confidence alias penuh percaya diri! Begitulah sikap PT Antang Ganda Utama (AGU)/DSN di Kabupaten Barito Utara, menghadapi keputusan pencabutan SK izin konsesi hutan yang diumumkan Presiden Jokowi 6 Januari lalu. Sebab, kondisi di perusahaan ini semuanya berjalan normal.
General Manager PT AGU/DSN Raju Wardana saat dijumpai wartawan, Jumat (14/1) mengatakan, setelah PT AGU/DSN mengonfirmasi ke pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), aktivitas atau kegiatan operasional perkebunan kelapa sawit PT AGU berjalan dengan normal.
Dia membenarkan bahwa pada 6 Januari 2022, PT AGU mendapatkan informasi mengenai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor SK 01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 tentang Pencabutan Konsesi Kawasan Hutan. Dalam lampiran keputusan tersebut juga mencabut SK Nomor 775/kpts-II/1992 atas nama PT AGU seluas 18.725 Ha. Konsesi yang dicabut berada di kelompok hutan Sungai Inu, Sungai Barito, dan Sungai Pandran, Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah.
Menurut dia, Kementerian LHK mengira PT AGU hanya mengantongi izin, tetapi lahan tak ditanami kelapa sawit. Padahal lahan yang masuk kawasan hak guna usaha (HGU), penuh ditanami bibit sawit bahkan sudah berproduksi.
Baca Juga: Tokoh Gunung Timang Dukung Pencabutan SK Izin Pelepasan Kawasan Hutan PT AGU
Areal perkebunan kelapa sawit memakai pola kemitraan Perkebunan Inti Rakyat (PIR) Tran atas nama PT AGU. Ini sudah berjalan puluhan tahun. Guna memenuhi syarat sebagai pemenuhan SK Pelepasan Kawasan Hutan Nomor 775/kpts-II/1992, PT AGU telah membangun perkebunan kelapa sawit masyarakat PIR Tran yang bersertifikat hak milik (SHM).
Tercatat antara lain :
(1) SHM anggota Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Jaya Lestari (Satuan Permukiman/SP 1).
(2) SHM anggota Koperasi Unit Desa Tunas Harapan (SP 2).
(3) SHM anggota Koperasi Unit Desa Solai Bersama (SP 3).
(4) SHM anggota Koperasi Unit Desa Pandran Bersatu (SP 4).
Dia menambahkan, berdasarkan SK Nomor 775/kpts-II/1992 terbit HGU PT AGU. Terdapat pula lahan lain, seperti perkampungan, sawah masyarakat, ladang masyarakat, dan kebun masyarakat yang sebagian sudah bersertifikat.
“Semua lahan dalam SHM dan hak HGU di atas sudah diusahakan dalam bentuk tanaman kelapa sawit. PT AGU telah melakukan verifikasi kepada Kementerian LHK sesuai arahan dari pihak kementerian. Dengan demikian seluruh perizinan yang dimiliki PT AGU masih berlaku dan dilindungi secara hukum, sehingga kegiatan operasional kebun masih berjalan dengan normal,” tegas Raju.
GM PT AGU/DSN Area Kalimantan, Said Abdullah, saat dihubungi pada Jumat (7/1/) menjelaskan, terkait pengumuman SK 01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 terhadap keputusan pencabutan SK Pelepasan sebagaimana Keputusan Menteri tersebut di atas, masing-masing perusahaan dapat memohon klarifikasi kepada Menteri LHK cq Dirjen PKTL.
Klarifikasi disampaikan beserta laporan yang berisi antara lain sbb:
(1) Realisasi pembangunan kebun.
(2) Realisasi pemenuhan kewajiban sesuai SK Pelepasan.
(3) Realisasi implementasi HCFV.
(4) Penggunaan areal pelepasan selain untuk kebun.
(5) Progres pengurusan alas hak.
Ia menambahkan, surat permohonan klarifikasi dapat disampaikan ke loket Kementerian LHK. “Surat Keputusan Final Individual Concrete akan diterbitkan untuk masing-masing perusahaan sesuai dengan hasil verifikasi lebih lanjut,” ucap Said saat itu kepada Kalamanthana.id.
Ketua Gerakan Pemuda Dayak sekaligus Tokoh Masyarakat Gunung Timang, Barito Utara, Saprudin S Tingan, ketika dimintai tanggapan tentang statemen pimpinan PT AGU, Sabtu (15/1/2022) mengatakan, dirinya bingung mendengar alasan klasik yang diungkapkan oleh GM PT AGU. Sebab, semestinya dengan perizinan sudah dicabut,mereka harus berbenah diri dulu, sehingga ke depan bisa lebih baik.
Ia mengatakan, sejak lama menduga pihak perusahaan selalu berlindung di balik koperasi. Modus operandinya, jika perusahaan kepepet, pihak lain diseret dengan argumentasi itu koperasi, bukan HGU.
“Saya pernah dimintai keterangan oleh Gakkum (Penegakan Hukum) Kementerian KLH soal konsesi kawasan PT AGU. Saya jawab jujur, lahan seluas 8 ribu hektare yang masuk dalam kelompok Sungai Pandran, di mana di dalamnya masuk tujuh desa di Kecamatan Gunung Timang, masuk areal hutan produksi milik PT Austral Byna,” jelas tokoh yang gigih melawan PT AGU ini.
Kotin, sapaan akrabnya, mengingatkan agar PT AGU/DSN tak lekas jumawa, karena SK pencabutan langsung diumumkan oleh Presiden RI. “Itu pasti ada konsekuensi dan bersifat mengikat. Tak mungkin Kementerian LHK asal membuat keputusan, apalagi sampai diumumkan sendiri oleh RI-1,” ucap dia.
Keputusan pencabutan bukannya datang tiba-tiba, tetapi didahului surat peringatan dari Kementerian KLH pada 16 Juni 2017 kepada PT AGU. Peringatan berkaitan dengan penggunaan kawasan hutan secara tidak prosedural seluas 14.613,50 hektare.
“Secara tidak prosedural artinya ada aturan yang dilanggar. Wilayah yang hendak diusulkan pelepasan kawasan merupakan hutan produksi. Masuk areal PT Austral Byna. Itu juga jadi alasan kami adakan demo pada waktu itu,” sebut dia.
Seperti diberitakan media ini sebelumnya, PT AGU mengusulkan lokasi izin pelepasan kawasan hutan seluas 18.725 hektare. Data yang dihimpun dari berbagai dokumen, lokasinya berada dalam kelompok hutan Sungai Inu, Sungai Barito, dan Sungai Pandran.
Selain mengantongi Izin pelepasan kawasan atau konsesi hutan seluas 18.725 hektare, secara legal PT AGU tercatat memiliki HGU seluas 10 ribu hektare lebih.
HGU dikeluarkan sesuai dengan:
(1) Keputusan Menteri Agraria/Kepala BPN nomor 23/HGU/BPN/94 tentang pemberian HGU seluas 3.275 hektare. Ditandatangani oleh I Soegianto. Buku tanah HGU nomor 01 tahun 1995.
(2) Keputusan 90/HGU/BPN/2004 tentang pemberian HGU seluas 6.342,66 hektare (berlaku 35 tahun) tanggal 18 Oktober 2004 ditandatangani oleh Prof.Ir. Lutfil Nasoetion. Sertifikat HGU nomor 3/2004.
(3) Keputusan BPN nomor 41/HGU/BPN/2005 tentang pemberian HGU seluas 8.436 hektare di Teweh Tengah dan Gunung Timang. Ditandatangani oleh Prof.Ir. Lutfil Nasoetion. Sertifikat HGU nomor 4/2005.
Tetapi versi lain menyebutkan luas HGU PT AGU 18 ribu hektare. Terdiri dari 10 ribu hektare dikeluarkan oleh Pemkab Barito Utara dan 8.036 hektare dalam proses di pemerintah.
Hingga berita ini diturunkan belum terlacak sertifikat HGU nomor 2 milik PT AGU. Dari tiga sertifikat HGU yang ada tercatat luas HGU PT AGU 10.053,66 hektare.(Melkianus He)
Discussion about this post