KALAMANTHANA, Muara Teweh – Polemik seputar ritual Wara yang didompleng judi di Barito Utara (Barut), terus berlanjut. Damang Kecamatan Teweh Baru, Yunius Bebi, menyampaikan pernyataan soal hal tersebut.
Berikut ini petikan keterangan Damang Yunius Bebi dalam wawancaranya, seperti dikutip dari salah satu kanal YouTube, Minggu (10/7).
Dalam keterangan pembuka tentang makna Wara, Yunius Bebi mengatakan, ritual Wara menurut adat dan budaya umat Kaharingan di Kecamatan Teweh Baru adalah ritual kematian tingkat akhir bagi umat Kaharingan, bukan Hindu Kaharingan.
“Kaharingan itu tempung adat yang ada di Teweh Baru, umumnya di Barito Utara. Mengayomi 4 suku yaitu Bakumpai, Tewoyan, Bayan, dan Dusun Bayan,” kata Yunius.
Baca Juga: Bandar Judi Berani Sepelekan Warning Polisi, Dadu Gurak Jalan Terus
Menurut Yunius, di sini yang alot dengan Majelis Agama Kaharingan Indonesia mengenai Riek Liau. Dalam rukun kematian umat Kaharingan di Barut yang menaungi 4 suku tersebut, Riek Liau ada. Di luar itu tidak ada. Semua terbentuk dari Riek Liau.
“Kami dari lembaga adat sudah memperkecil. Artinya wilayah dari 7 rumah ke sebelah kanan dan 7 rumah ke sebelah kiri, itu dulu. Sekarang lingkupnya hanya sekitar rumah orang yang punya hajatan. Di luar itu bukan tanggung jawab kami, ” sebut Yunius dalam wawancara tersebut.
Sekarang ini 9 kuburan akan dibongkar. Tulang-belulangnya menurut tradisi dan budaya suku TewoyanTewoyan tidak bisa dikubur kedua kalinya, tetapi diangkat. Sehingga dibuat sandung. Materialnya sudah tersedia.
“Untuk ritual Wara di sini ada 1 Kandong, 2 Pengading, dan 2 Penyambut. Itu menurut rukun kematian orang Kaharingan, Wara adalah suci dan sakral. Tidak bisa diganggu-gugat dari pihak lain. Jadi Wara menurut orang Kaharingan tidak bisa dipandang dari bagian hukum positif atau UU negara. Wara, adat, adat. UU, UU, ” katanya lantang.
Baca Juga: Umat Hindu Kaharingan Barito Utara Deklarasikan Ritual Wara Tanpa Judi
Yunius menegaskan, dadu gurau memang tidak ada dalam ritual Wara. Yang ada Simpan Liau, Seramin Liau, Gasing Liau, Petuk Kuai, Petok Jangkong, dan beberapa permainan lainnya. Ini sesuai dengan pernyataan Kandong.
Permainan Liau, tambah Yunius, ada 77 permainan. Tetapi dadu gurak, buyang remi, dan dadu pusing tidak ada. Permainan kartu Seramin Liau ada, Saung Piak Liau juga ada dan dilaksanakan sejak Kandong melantunkan ritual Wara.
Yunius juga mengungkapkan antara Hindu Kaharingan dan Kaharingan sebagai sesuatu yang jauh berbeda, karena berbagai alasan.
“Hindu Kaharingan dan Kaharingan jauh berbeda. Hindu Kaharingan mempunyai kitab disebut Panaturan. Sedangkan Kaharingan tidak ada. Kaharingan tidak ada, karena itu rahasia orang 4 suku yang ada di Barut. Di sana, mereka itu tahu asal mulai darimana manusia itu, darimana pohon kayu itu berasal. Itulah hak Kandong yang tahu. Itulah perbedaan Kaharingan dan Hindu Kaharingan,” kata Yunius Bebi.
Masih kata Yunius Bebi, Kaharingan itu utus, artinya dari leluhur, dari nenek moyang terdahulu. Kalau Hindu konteksnya lain. “Dalam bahasa Indonesia, tersurat dan tersirat. Dalam bahasa Latin de jonre dan de fero (mungkin maksudnya de facto dan de jure, Redaksi), tertulis dan tidak tertulis, ” papar Yunius Bebi.
Yunius Bebi kembali mengulangi, semua punya Kaharingan semua tidak tertulis, sebab Kaharingan itu filosofinya kearifan lokal. Contoh Balian disebut Prematun. Wara disebut Kandong. Dewa, Sederhana disebut Komandan. Mereka itu beda-beda. Wara itu darimana manusia itu berasal, ke sana rohnya diserahkan, ke Gunung Lumut. Itu Kaharingan.
“Saya mengharapkan antara MD-AHK dan Damang 9 kecamatan duduk bersama, ” kata Yunius di akhir wawancara yang dimuat dalam salah satu kanal YouTube.
Seperti diberitakan sebelumnya, para bandar judi berani menyepelekan warning atau peringatan dari Kepala Polsek Teweh Tengah, Kompol Reny Arafah, unsur Tripika, dan tokoh umat agama Kaharingan(MD-AHK) Barito Utara (Barut).
Terbukti mereka tetap menggelar perjudian dadu gurak yang mendompleng ritual keagamaan Wara di Km 18, RT 008A, Desa Hajak, Kecamatan Teweh Baru, Kabupaten Barut, Jumat (8/7) malam.
Informasi yang dihimpun media ini menyebutkan, hampir semua lapak judi dadu gurak aktif menggelar permainan dengan perputaran uang.
“Hasil Paner Jampa panitia, lembaga adat, dan unsur terkait bahwa acara ritual Wara menurut adat budaya setempat tetap berjalan seperti biasa,” begitu pesan aplikasi WhatsApp dari salah satu unsur penyelenggara yang diterima KALAMANTHANA.ID, Jumat sore.
Kapolsek Teweh Tengah, Kompol Reny Arafah, membenarkan adanya permainan judi dadu gurak di lokasi tempat ritual Wara, Desa Hajak.
“Ya, saat saya datang ke sana bersama anggota, semua lapak yang ada menggelar judi dadu gurak. Memang saat saya tiba di lokasi, semua bandar menghentikan permainan, karena merasa terganggu yang mengakibatkan para bandar tidak bisa bermain. Saya diberi piring putih, malah mereka meminta saya pergi dari lokasi itu, agar mereka bisa melanjutkan permainan, tapi bagi saya tidak masalah, ” kata Kompol Reny.
Reny mengatakan sempat muncul penjelasan oleh Damang Kecamatan Teweh Baru, Yunius Bebi, saat berada di lokasi dadu gurak, di depan pengunjung dan bandar-bandar membahas boleh tidaknya permainan dan perjudian dadu gurak di ritual Wara.
“Saya prihatin karena Damang Teweh Baru Yunius Bebi menjamin dan mempersilahkan bandar judi bermain dadu gurak. Karena menurut dia, itu adat yang perlu dipertahankan. Dia juga meminta jangan disangkut-pautkan dengan salah satu agama karena itu murni adat, ” papar Reny mencerikan apa yang terjadi di lokasi dadu gurak.
Bukan itu saja, Reny juga mendengarkan penjelasan tambahan dari Damang. “Dia juga menyatakan bila di dalam Usik Liau ada perputaran uang, walaupun itu jumlahnya banyak. Dan dibenarkan oleh Kandong Hajak yang pada saat itu ikut menjelaskan. Bahkan Kandong Hajak sendiri mengatakan apabila Usik Liau atau dadu gurak boleh dimainkan oleh orang di luar agama Kaharingan atau diluar keluarga dari pemilik acara,” sebut Kompol Reny.
Menyikapi perkembangan tersebut, Kompol Reny Arafah memastikan bahwa pihaknya tidak melarang ritual Wara, namun melarang dadu gurak dan sejenisnya, karena selama ini didompleng oleh orang-orang yang jelas-jelas mempunyai kepentingan, hobi, bahkan bertujuan mencari kekayaan pribadi.
“Tetap kami tindak, karena ini sudah masuk tindak pidana perjudian,” tegas Reny.
Reny membeberkan data, pada ritual Wara yang didompleng judi, rata-rata perputaran uang satu lapak minimal Rp100.000.000 per malam. Itu jumlah minimal. Bayangkan bila ada lebih dari 7 lapak, diperkirakan perputaran uang Rp 700.000.000-Rp1.000.000.000 per malam. Itu belum termasuk perjudian di arena sabung ayam yang slama ini tidak sesuai dengan tata cara Usik Liau yang sebenarnya.
Masih kata Reny, selama ini bila ada acara ritual Wara ada indikasi tingkat kejahatan cenderung meningkat. Terutama kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan pencurian. “Wajar bila sebagai Kapolsek, saya menindak tegas yang berani mengganggu kamtibmas serta kegiatan yang diikuti oleh judi dan perputaran uang,” ujar Reny.
Faktor lainnya lagi, kegiatan kebanyakan dilaksanakan di pinggir jalan raya atau jalan negara, sehingga mengundang banyak masyarakat untuk datang melihat, lalu, muncul anggapan seolah-olah terjadi pembiaran oleh aparat penegak hukum dan pemerintah setempat
“Bahkan yang lebih memprihatinkan dan tidak dipikirkan oleh perekom kegiatan dan pendompleng acara, banyak anak di bawah umur datang menonton acara tersebut. Saya melihat sendiri, saat turun ke lokasi ritual Wara. Kita miris menyaksikan anak-anak yang menonton bahkan sampai naik ke panggung lapak dadu gurak membuat video kegiatan tersebut, ” sebut Reny.(MELKIANUS HE)
Discussion about this post