KALAMANTHANA, Palangka Raya – Ekonomi Indonesia terus menggeliat, terutama potensi ekonomi digital. Potensi tersebut perlu diimbangi dengan peningkatan literasi digital masyarakat. Salah satunya mencegah dan meminimalisir kejahatan siber dibidang perbankan .
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerjasama dengan PT Bank Negara Indonesia (Persero) atau BNI dan Asosasi Media Siber Indonesia (AMSI menggelar Workshop “Literasi Keamanan Digital Perbankan, Peduli Lindungi Data Pribadi” Jumat (19/8/2022) lalu.
Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK, Horas VM Tarihoran, mengatakan, Indonesia terpapar penggunaan digital dengan memiliki 202 juta pengguna internet.
Selain itu, kata Horas, Indonesia memiliki 55 juta pekerja profesional alias skilled workers dan diproyeksi akan meningkat menjadi 113 juta pada 2030.
Seiring dengan tren tersebut, pengguna internet di Indonesia tumbuh 52,68 persenyear on year (yoy) orang per Januari 2021.
Data OJK mencatat bahwa tingkat inklusi keuangan Indonesia baru mencapai level 76,9 persen pada 2019. Sedangkan tingkat literasi keuangan masih relatif rendah di posisi 38,03 persen. Bahkan, indeks literasi digital masih 3,49 persen.
Horas menegaskan, inovasi di era keuangan digital membuat banyak potensi ekonomi menjadi lebih terbuka. Semua pihak masih perlu mewaspadai risiko keamanan siber yang terus terbuka yang utamanya disebabkan oleh literasi digital masyarakat yang masih rendah.
Baca Juga: Lindungi Nasabah, BNI Sediakan Pusat Pengaduan 24 Jam
“Sejak mengenal digital, cara-cara lama tidak pakai lagi. Kita dihadapkan dengan selera konsumen yang ingin sebagai cepat dan serba nyaman. Ini perubahan-perubahan di era digital. Sekitar melihat 38 persen dari masyarakat yang sudah mengakses produk keuangan yang rentan diserang oleh kejahatan siber,” jelas Horas.
Fakta di lapangan, kerawanan timbul karena indeks literasi baru 38 persen. Analoginya banyak yang tidak pakai helm, tanda larangan ditabrak. Sedangkan yang tidak terinklusi baik-baik saja, karena tidak masuk dalam sistem digital perbankan.
Horas menyampaikan tantangan yang dihadapi OJK, Indonesia memiliki geografis yang bervariasi dengan 17 ribu pulau, 21 provinsi dengan indeks literasi di bawah rata-rata nasional 38 persen, tingkat perekonomian juga bervariasi, akses internet belum merata.
“Kemampuan kami melakukan literasi juga sangat terbatas. Baik dari sisi SDM maupun anggaran, literasi tak bisa dilakukan sendiri oleh OJK, tapi kami, harus bersinergi. Terutama dengan rekan-rekan pelaku jasa usaha keuangan, ” sebut Horas.
Dia juga memaparkan tentang Peraturan OJK tentang perlindungan konsumen jasa keuangan. Prinsip yang diatur, pertama, edukasi memadai. Kedua, keterbukaan dan transparansi informasi produk. Ketiga, perlakuan yang adil dan perilaku bisnis yang bertanggung jawab terhadap konsumen. Keempat, perlndungan data konsumen. Kelima, penanganan sengketa.
“Kita sudah meminta perkuat siber sekuriti disektor keuangan,” kata dia.
Pemimpin Divisi Manajemen Risiko Bank BNI, Rayendra Minarsa Goenawan, antara regulator dan OJK selalu bersinergi tentang data konsumen.
Perlindungan data pribadi sangat bergantung pada pengguna data informasi teknologi. Apalagi saat ini pengguna data digital makin besar.
Menurut Rayendra, ada 2 kelompok pencurian data. Pertama, skimming yakni pencurian data melalui kartu. Bisnis kartu menjadi primadona. Kartu memberikan kemudahan.
Kedua, social engineering, caranya lebih halus tetapi impaknya sangat besar. Kejahatan ini tidak perlu kartu, caranya lebih smooth
“Keamanan itu tidak hanya dari pelaku jasa keuangan saja, tapi paling utama dari pemilik data sendiri dalam menjaganya. Maka end user sebagai pemilik data adalah setiap orang yang menggunakan produk sehingga literasi harus ditingkatkan seiring kenaikan inklusi,” jelas Rayendra dalam kesempatan yang sama.
BNI memberikan perlindungan bagi nasabah dengan menyiapkan berbagai langkah strategis. Mulai dengan menyediakan pusat pengaduan melalui BNI Contact Center (BCC) yang beroperasi 24 jam selama 1 minggu. Nasabah dapat menyampaikan keluhan melalui telepon 1500046, mengirim email [email protected]. atau bahkan mendatangi kantor cabang BNI terdekat.
BNI juga telah memiliki unit yang memantau transaksi nasabah dan menerima laporan pengaduan nasabah dalam 24 jam dalam 7 hari. BNI juga telah menjalankan fungsi fraud detection yang berfungsi mendeteksi aktivitas fraud secara real time.
BNI telah mengikuti aturan Bye Laws yang dirilis oleh Bank Indonesia. Bye Laws merupakan pedoman pelaksanaan pemblokiran rekening simpanan nasabah dan pengembalian dana nasabah dalam hal terjadinya indikasi tindak pidana. Bye Laws dipergunakan oleh Perbankan untuk keseragaman pelaksanaan dalam praktik Perbankan bagi bank peserta Bye Laws.
Tujuan utama dari Bye Laws adalah agar uang hasil kejahatan dapat segera diblokir dan dikembalikan ke nasabah.
BNI mengimbau untuk nasabah selalu menjaga kerahasiaan informasi pribadi termasuk PIN dan OTP transaksi. Segera menghubungi call center bank bila kartu hilang, dicuri orang lain, atau terjadi kejanggalan dalam transaksi perbankan.
Nasabah pun diharap untuk tidak memberikan maupun meminjamkan kartu kredit maupun debit kepada siapapun. Lengkapi pula gawai telepon genggam dengan anti virus dan tidak menggunakan fasilitas WIFi publik dalam melakukan transaksi.
Daftarkan email atau SMS notifikasi transaksi dan melakukan pembaruan data. Daftarkan email atau SMS notifikasi transaksi dan melakukan pembaruan data kepada pihak bank bila ada perubahan data. Terakhir, menghindari transaksi melalui web yang tidak dikenal maupun pada merchant e commerce yang tidak mengimplementasikan 3D secure.
Panelis Ketiga, Prof Teddy, memberikan tips tentang cara aman melakukan transaksi digital. “Sebagai pelanggan berbahagialah orang yang tidak tahu, ” kata dia.
Berdasarkan data yang ada di SBSN, sambung Teddy, telah terjadi lebih dari 1,6 miliar anomali traffic atau serangan siber dengan berbagai varian. Tapi, yang dikerjakan oleh BSSN juga masih belum presisi.
Untuk perbankan, sebut Teddy, kondisinya agak mengerikan, karena untuk karyawannya sendiri sebanyak 31,4 persen gagal lulus tes keamanan siber.
Panelis keempat, Pemimpin Redaksi Kantor Berita Radio (KBR), Citra Dyah Prastuti menegaskan yang paling penting dilakukan media pertama adalah mengedukasi dan literasi diri sendiri.
“Kita harus mengedukasi diri sendiri sebelum menulis dan menyampaikannya kepada publik, karena kalau tidak mengerti maka kita juga tidak bisa menuliskannya dengan baik,” kata dia.
Citra menyampaikan lima edukasi dan literasi yang bisa dilakukan media, yaitu:
1.Perlindungan konsumen. Ini bisa terjadi ke semua orang
2.Perlindungan data. Mengetahui data apa saja yang rentan dan penting dilindungi
3.Kejahatan di platform digital. Selalu berubah, penting untuk selalu update informasi
4.Membangun awareness publik soal kasus terbaru dan bagaimana menyelesaikannya. Media sebagai sumber andalan
5.Menggunakan bahasa atau istilah yang mudah. Sesuaikan dengan target audiens media masing-masing. (MELKIANUS HE)
Discussion about this post