UU No 2 tahun 2022 tentang kepolisian menegaskan bahwa, Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Sejak terpisah dari ABRI, Polri merupakan organisasi sipil yang dipersenjatai.
Meski demikian, Polri tidak lagi bagian dari angkatan bersenjata, melainkan sebagai salah satu organisasi sipil yang wajib mengedepankan pendekatan yang lebih humanis dan memiliki kultur pelayanan public dalam setiap penugasannya disemua tingkatan.
Desakan publik untuk melakukan reformasi di tubuh Polri semakin hari semakin mencuat seiring banyaknya peristiwa memilukan atas tindakan kekerasan oleh oknum-oknum Polri baik kepada masyarakat bahkan sesama anggota Polri.
Sebagaimana halnya kasus yang belakangan menyita perhatian publik adalah tragedi pembunuhan Brigadir J oleh mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Kasus ini perlahan membuka tabir gelap praktek – praktek kekerasan dan penyalahgunaan wewenang oleh oknum-oknum aparat kepolisian untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu.
Perselingkuhan penegak hukum dengan para pelaku kejahatan yang selama ini masih sebatas perbincangan diakar rumput, semakin hari semakin mendekati kebenaran. Lantas, apakah kita masih membutuhkan POLRI ?
Ada sebuah adagium, jika banyak tikus dilumbung padi janganlah membakar lumbungnya tetapi usir atau musnahkan saja tikus-tikusnya. Seburuk – buruknya Polri, kita harus mengakui bahwa kita masih sangat membutuhkan mereka. Rakyat Indonesia harus memberikan dukungan penuh kepada pemerintah terlebih institusi Polri untuk segera membenahi diri.
Sebaliknya, keraguan dan kemarahan public harus mampu dijawab oleh petinggi Polri dengan sesegera mungkin melakukan reformasi besar-besaran di internal, disemua tingkatan. Polri juga harus berani mengakui dan meminta maaf atas kesalahan-kesalahannya dimasa lalu agar dapat mengembalikan kepercayaan rakyat.
Momentum kasus Brigadir J, diharapkan menjadi tonggak awal untuk perubahan total wajah institusi Polri kedepan. Jika keraguan itu tidak mampu dijawab segera oleh Polri, dikhawatirkan kerenggangan antara Polri dan rakyat akan dapat dimanfaatkan oleh kelompok – kelompok tertentu yang tidak menginginkan republic ini utuh.
Kelompok- kelompok ini akan memanfaatkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap Polri menjadi momentum untuk melakukan praktek adu domba. Maka tidak berlebihan bila dikatakan bahwa kasus Brigadir J bukan hanya soal tragedi kemanusiaan dan bukan juga sekedar sejarah kelam institusi Polri tetapi ini menyangkut masa depan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menghujat POLRI tidak akan menyelesaikan persoalan atau mengembalikan Polri ke fitrah yang sesungguhnya. Dengan menghujat justru semakin memperdalam jurang pemisah yang sangat riskan merugikan bangsa ini. Jangan biarkan mereka yang masih memiliki integritas untuk memperbaiki citra kepolisian berjalan sendirian, karena mereka akan kalah tanpa dukungan rakyat. Biarlah Polri menjaga kita dan kita menjaga Polri. Rastra Sewakottama, Polri adalah abdi utama dari pada Nusa dan Bangsa.
Freddy Simamora, ST
Ketua Pemuda Katolik Komda Kalteng
Presiden Mahasiswa UPR ( 2008 – 2009 )
Discussion about this post