KALAMANTHANA, Muara Teweh – Warga kesulitan mendapatkan bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi, meski jumlah SPBU di Kabupaten Barito Utara (Barut), Provinsi Kalimantan Tengah, banyak.
Masalah kesulitan mendapatkan BBM jenis Pertalite dan Bio Solar terungkap saat rapat dengar pendapat (RDP) DPRD Barut dengan perwakilan masyarakat di Muara Teweh, Senin (29/8).
Perwakilan Yayasan Mutiara Utara juga Grup Aspirasi Masyarakat Barut, Ardin, di hadapan anggota dewan dan pemerintah mengungkapkan, betapa sulitnya warga membeli BBM bersubsidi di SPBU di Barut.
Ardin sampai mengungkapkan istilah ada setan yang bermain, sehingga BBM bersubsidi menjadi mahal saat dijual kepada konsumen. Harga dari SPBU sudah dinaikkan kepada para pelangsir, lalu warga membeli lebh mahal lagi ditingkat pengecer. Termasuk pula tudingan uang dari SPBU mengalir kepada aparat.
Ketua Hiswana Migas Barut sekaligus pemilik SPBU, Taufik Nugraha mengatakan, pada dasarnya para konsumen di Barut memerlukan tambahan kuota BBM bersubsidi, karena yang ada saat ini masih kurang.
“Hukum permintaan dan penawaran berlaku di sini. Saat barang kurang jumlahnya, tapi kebutuhan meningkat, tentu harga barang menjadi mahal. Begitu pun sebaliknya, ” kata Taufik.
Sedangkan menyangkut tudingan adanya uang mengalir dari SPBU kepada pihak-pihak tertentu, Taufik meminta supaya dibuktikan.
“Tolong buktikan jika ada aparat yang meminta dengan kami SPBU. Saya jamin itu. Sama sekali tidak pernah memberi kepada aparat. Jadi jangan pernah mengatakan hal yang tidak diketahui asal usulnya. Apa Bapak pernah melihat kami kasih uang sama polisi, tentara, wartawan atau LSM. Kalau hanya sekedar cerita jangan ditambah-tambah,”tegas Taufik Nugraha, sambil meminta Ardin menarik ucapannya.
Taufik justru menyoroti kesukitan konsumen mendapatkan BBM, khususnya Pertalite dan Bio Solar di SPBU, akibat tidak adanya regulasi yang dibuat oleh Pemkab Barut, terutama pengawasan dan juga pendistribusian BBM.
“Kita hanya mengikuti aturan pemerintah pusat, yang nota bene tidak memahami kondisi di daerah. Jadi kami berharap dibuat regulasi dan sekaligus Perda. Warga di pedesaan pun membutuhkan BBM bersubsidi, sehingga tidak ada lagi tudingan seperti yang disampaikan warga di dalam gedung dewan. Lucu, di pedesaan justru diberi penjualan Pertamax dan Dexlite melalui Pertashop. Padahal warga desa juga berhak mendaparkan BBM bersubsidi,”jelas mantan calon Bupati Barut ini.
Seorang perwakilan pemilik SPBU yang juga hadir saat RDP mengatakan, apa yang dikeluhkan oleh perwakilan warga akan terjawab, karena mulai 1 September 2022, pendistribusian BBM melalui barcode yang diatur oleh pemerintah.
Sebelumnya Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Barut, Hery Jhon Setiawan, menekankan perlunya regulasi penjualan BBM bersubsidi, karena sudah lama ditunggu masyarakat. “Regulasinya yang ditunggu. Harus ada aturan, ” kata Jhon.
Anggota DPRD Barut, Nety Herawati sependapat bahwa Pemkab Barut perlu membuat regulasi pengawasan dan pendistribusian BBM bersubsidi.
“Kita sudah mendengar keluhan warga. Juga tanggapan dari pemilik SPBU. Pemkab perlu membuat regulasi pengawasan dan pendistribusian BBM. Kami juga mendukung penertiban terhadap pedagang BBM eceran, karena mereka banyak tak memiliki izin, ” tukas Nety.
RDP yang dipimpin Mustafa Joyo Muchtar menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :
(1) Setiap SPBU harus membuat standar operasional prosedur (SOP) pendistribusian BBM,
(2) Pemkab Barut akan melakukan pengkajian sebagai dasar membuat regulasi dalam bentuk Perda dan Peraturan Bupati tentang pendistribusian minyak bersubsidi,
(3) Semua SBPU diwajibkan untuk melakukan sosialisasi terhadap penggunaan barcode untuk pengisian BBM bersubsidi yang akan berlaku 1 September 2022.
(4) RDP mengenai sosialisasi atau pendistribusian BBM bersubsidi akan dijadwalkan kembali dengan menghadirkan pihak Pertamina, Kepolisian, Pemkab, dan pelaku usaha,
(5) Semua pemilik SPBU di Barito Utara wajib hadir pada RDP yang akan dijadwalkan dalam rapat Badan Musyawarah (Banmus). (MELKIANUS HE)
Discussion about this post