KALAMANTHANA, Palangka Raya – Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Adian Napitupulu kritik Partai Demokrat yang membebaskan kader ikut demo penolakan kenaikan harga BBM.
Adian menyarankan agar kader Demokrat untuk bisa belajar matematika dan sejarah sehingga jika membandingkan maka perbandingan itu logis, tidak antilogika dan a historis.
Adian menjelaskan, di era SBY total kenaikan harga BBM (Premium) Rp4.690 sementara di era Jokowi total kenaikan BBM jenis Premium/Pertalite Rp3.500. Jadi SBY menaikan BBM lebih mahal Rp1.190 dari Jokowi.
Di era SBY upah minimum DKI tahun 2013 Rp2.200.000. Dengan BBM harga Rp6.500 per liter, maka upah satu bulan hanya dapat 338 liter perbulan.
Di era Jokowi hari ini BBM Rp10.000 tapi upah minimum Rp4.641.000 perbulan. Dengan demikian maka di era Jokowi setiap bulan upah pekerja senilai dengan 464 liter BBM. Jadi ada selisih kemampuan upah membeli BBM antara SBY dan Jokowi sebesar 126 liter.
“Di era SBY masih ada “mafia” terorganisir dan masif yaitu Petral yang embrionya sudah ada sejak awal orde Baru yaitu tahun 1969 dan beroperasi mulai 1971. Di era Jokowi Petral di bubarkan tahun 2015 hanya 6 bulan setelah Jokowi di lantik,” ujar Sekjen PENA 98 ini.
Pembangunan jalan tol sebagai salah satu infrastruktur penting dalam aktivitas ekonomi, di era SBY hanya mampu membangun 193 km jalan tol. Sedangkan di era Jokowi jalan tol yang di bangun hampir 10 kali lipat dari zaman SBY yaitu 1.900 km.
“Kalau mau di hitung lebih detail lagi dari jalan tol, jalan nasional non tol, jalan propinsi, jalan kabupaten hingga jalan desa sepanjang 304.490 KM maka setiap detik Jokowi membangun tidak kurang dari 1,5 meter jalan kali lebar yang berbeda beda,” beber Adian dalam rilis media, Rabu (7/9/2022).
Dari perbandingan perbandingan angka angka tersebut di atas kata Adian, maka era SBY tentunya merupakan era kesedihan bagi semua orang kecuali mereka yang berkuasa saat itu. (srs)
Discussion about this post