Dari 204.656.053 jiwa pemilih di Indonesia pada pemilu tahun 2024, diperkirakan 107-108 juta atau 53-55 persen, bakal diisi kalangan pemilih muda yang rentang umur 15 tahun hingga 39 tahun. Perkiraan itu berdasarkan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) 2024 yang diserahkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada tanggal 14 Desember 2022.
Mendominasinya jumlah pemilih muda ini, merupakan momentum sekaligus ujian penting bagi pesta demokrasi atau pemilu dan pemilukada di Indonesia. Bukan hanya terkait partisipasi pemilih muda menggunakan hak pilih, namun juga terhindar praktek-praktek ‘money politic’ atau politik uang dan tergiring memilih calon tanpa dia kenal sedikit pun.
Jika pemilih muda memilih karena uang dan digiring oleh oknum-oknum tertentu, maka kualitas demokrasi di Indonesia akan semakin mengalami kemunduran. Calon-calon yang terpilih bukan lagi karena memiliki kapasitas dan keinginan membangun sekaligus mensejahterakan masyarakat, tetapi dinodai orientasi “isi tas” atau banyaknya uang yang dimiliki dan dibagi-bagi ke pemilih. Lebih parahnya lagi, bisa jadi ironi, yakni kita akan sangat aneh mendengar seseorang terpilih tanpa melakukan politik uang.
Itulah kenapa saya katakan bahwa pemilu 2024, menjadi momentum sekaligus ujian penting bagi pesta demokrasi di Indonesia. Apakah kualitas pemilu langsung yang kali kelima dilaksanakan di Indonesia dapat menjadi lebih baik, atau justru semakin memburuk akibat maraknya politik uang dan penggiringan massa secara masif serta terpampang secara jelas.
Naaa, sekarang… Pertanyaannya bukan sekadar seberapa tinggi tingkat partisipasi pemilih, tetapi panggilan hati para kaum muda untuk memilih calon-calon yang memang mampu dan memiliki kapasitas menjadi penyambung aspirasi dan atau pengabdi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Ini yang sebenarnya harus dijawab.
Kalau hanya ingin meningkatkan partisipasi pemilih, khususnya kaum muda yang sudah pernah memilih, sebenarnya bukan perkara sulit. Sepanjang anggaran benar-benar mendukung. Caranya? Adakan pembagian doorprize di seluruh tempat pemungutan suara (TPS). Hadiah doorprize tersebut berupa iphone ataupun laptop. Umumkan itu secara masif dan berkelanjutan melalui media sosial, baik itu Tiktok, Instagram, Facebook, Whatsapp, Telegram, Youtube dan lainnya.
Untuk pemilih pemula, tak perlu capek-capek sosialisasi. Pemilih pemula akan dengan senang hati datang ke TPS dan menggunakan hak pilihnya. Memilih pertama kali merupakan sensasi tersendiri, sekaligus eksistensi bahwa dirinya telah dewasa karena bisa ikut memilih dalam pemilu Indonesia.
Jadi, bukan soal sejauh mana partisipasi pemilih muda menggunakan hak pilihnya dalam pemilu 2024. Sekali lagi, bukan soal itu!.
Dominasi pemilih muda ini harus menjadi pemicu sekaligus pendobrak bagi calon-calon yang hanya mengandalkan isi tas daripada kapasitas dan sekedar mencari jabatan sekaligus keuntungan pribadi, agar tidak terpilih menjadi wakil rakyat ataupun kepala daerah.
Bisa…?
Sangat bisa! Namun, harus diakui, akan penuh dengan tantangan untuk merealisasikannya. Tantangan akan maraknya politik uang, kekurangtahuan terhadap latarbelakang calon yang akan dipilih, kenapa harus memilih calon yang berkualitas dan memiliki hati untuk mengabdi, telanjur apatis dan kurang percaya terhadap wakil rakyat ataupun kepala daerah yang ada saat ini, dan lainnya.
Cara atau langkah-langkah yang dapat ditempuh menjawab tantangan itu adalah mengoptimalkan sosialisasi secara masif dan berkelanjutan. Sosialisasi ini bukan sekadar mengajak pemilih muda agar aktif menggunakan hak pilihnya atau datang ke TPS saat hari pencoblosan. Bukan hanya itu! Sosialisasi seperti itu sudah, bahkan selalu dilakukan pada saat akan diselenggarakan pemilu maupun pemilukada.
Dalam mengoptimalkan sosialisasi itu, penyelengara pemilu, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU), harus lebih proaktif melibatkan organisasi-organisasi kepemudaan, kemahasiswaan, siswa sekolah menengah atas (SMA) sederajat, konten kreator dan selegram dari kalangan muda, serta lainnya.
Pelibatan di sini, mereka bukan sekadar dijadikan pendengar atau objek sosialisasi, melainkan subjek atau pelaku. Di mana, KPU di tiap daerah, baik itu provinsi maupun kabupaten/kota, membentuk tim kaum muda yang berisi perwakilan-perwakilan dari sejumlah organisasi kepemudaan, kemahasiswaan dan siswa SMA sederajat, untuk dipersiapkan sebagai pembicara dalam setiap sosialisasi yang diikuti kaum muda. Tentunya, kaum muda yang dipilih itu harus terlebih dahulu dilatih dan diberikan pemahaman tentang seperti apa pemilu dan manfaatnya bagi kemajuan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di daerah masing-masing maupun Indonesia secara umum.
Terpenting lagi, dalam mensosialisasikan pemilu tersebut, biarkan dan berikan kebebasan kepada para kaum muda terpilih itu menggunakan gaya dan bahasa yang dipahaminya. Sebab, gaya dan bahasa di setiap generasi berbeda-beda. Berdasarkan pertimbangan itulah, kenapa perlu mencari dan memilih orang-orang dari perwakilan organisasi kepemudaan, kemahasiswaan dan siswa SMA sederajat.
Keuntungan lain dari terbentuknya tim kaum muda ini, bisa turut membantu memberikan penjelasan kepada teman-teman sepergaulan di sekolah ataupun lingkungan rumah masing-masing. Bahkan, tidak menutup kemungkinan turut menyadarkan kaum tua yang umurnya 40 tahun ke atas, agar tidak merusak pemilu maupun pemilukada dengan politik uang ataupun menggiring kaum muda, terkhusus anaknya untuk memilih calon berdasarkan keinginannya.
Gen KPU di Perguruan Tinggi
Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Ratna Pettalolo per tanggal 17 Oktober 2022, seperti dilangsir antaranews.com, berharap partisipasi mahasiswa dalam penyelenggaraan pemilu serentak tahun 2024 dapat meningkat secara signifikan. Bahkan pihaknya di DKPP menjalin perjanjian kerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi untuk meningkatkan partisipasi mahasiswa dalam pemilu.
Meski tidak menjelaskan secara detail seperti apa tingkat partisipasinya, namun bisa dilihat bahwa DKPP memberikan perhatian serius terhadap keterlibatan para mahasiswa dalam pemilu. Perhatian serius tersebut memang wajar diberikan, karena di setiap perguruan tinggi kebanyakan mahasiswa rantau, sudah pernah menggunakan hak pilihnya dan merasa tidak merasakan langsung dampak dari pemilu, minimnya sosialisasi terhadap mekanisme administrasi jika seorang mahasiswa rantau bisa memilih, dan berbagai permasalahan lainnya.
Menjawab berbagai permasalah tersebut, KPU sebagai penyelenggara pemilu, perlu membentuk GEN KPU atau generasi KPU di setiap perguruan tinggi yang ada di wilayahnya masing-masing. GEN KPU ini nantinya bertugas untuk membantu KPU menyelenggarakan sosialisasi di tiap-tiap perguruan tinggi, bahkan bisa diarahkan untuk menjadi fasilitator bagi semua partai politik atau calon yang ingin bertemu dan bertatap muka dengan para mahasiswa.
Keuntungan lain yang didapat dari terbentuknya GEN KPU ini, membantu memberikan penjelasan kepada para mahasiswa yang kurang paham pentingnya menggunakan hak pilih dan memilih calon yang berkualitas, menolak politik uang, membantah kabar bohong ataupun ujaran kebencian yang cenderung semakin banyak jelang pemilu, serta lainnya.
Dengan begitu, partisipasi mahasiswa terlibat dalam pemilu 2024 semakin meningkat seperti yang diharapkan DKPP. Bukan hanya meningkat, tetapi menjadi elemen yang terlibat aktif dalam meningkatkan kualitas pemilu di Indonesia.
Harus diakui, membentuk tim kaum muda dan GEN KPU di setiap perguruan tinggi ini, memerlukan anggaran yang tidak sedikit. Untuk itu, diperlukan dukungan dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. Sebab, tanpa adanya dukungan anggaran, KPU pasti akan kesulitan untuk merealisasikannya.
Jika pemerintah ingin kuantitas dan kualitas pemilu di Indonesia terus mengalami peningkatakan, dan menjadi yang terbaik di dunia, dukunglah KPU mengoptimalkan sosialisasi, termasuk terbentuknya Tim Kaum Muda dan GEN KPU. Dengan begitu, jumlah pemilih muda di pemilu 2024 yang diperkirakan jumlahnya mencapai 53-55 persen dari keseluruhan pemilih di Indonesia, menjadi lebih optimal. Ini momentum penting untuk meningkatkan kualitas pemilu di Indonesia pada tahun 2024 dan seterusnya.
Discussion about this post