KALAMANTHANA, Palangka Raya – Menyusul dengan putusan bersalah terhadap Bahtiar Rahman alias Imron. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalteng mendorong penyidik di Polda Kalimantan Tengah untuk segera memproses kasus yang menyeret nama Tan Rika Hadisubroto, seorang pengusaha di Palangka Raya.
“Dari putusannya, ada perkara lain yang berhubungan atau berkaitan dengan perkara tersebut,” kata Kejati Kalteng Undang Mugopal melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Kalteng Dodik Mahendra di Palangka Raya, Kamis (7/12/2023).
Pada perkara bernomor 257/Pid.B/2023/PN Plk dengan terdakwa Bachtiar Rahman alias Imron, hakim di Pengadilan Negeri Palangka Raya menyatakan ia terbukti bersalah memalsukan akta otentik. Imron kemudian dijatuhi hukuman 3 tahun 6 bulan penjara.
Di dalam dakwaan itu, disebutkan oleh jaksa penuntut umum Dwinanto Agung Wibowo, Imron melakukan perbuatan pidana bersama-sama dengan Tan Rika Hadisubroto. Kedua orang itu menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik.
“Bunyi putusannya barang bukti dikembalikan ke penyidik untuk dipergunakan dalam perkara lain, Berarti harusnya ada perkara lain yang berhubungan dengan perkara tersebut,” tegas Dodik.
Baca Juga: Diduga Gunakan Surat Palsu, PT Investasi Mandiri Dilaporkan ke Ditreskrimum Polda Kalteng
Sementara itu, Pihak Tan Rika belum berhasil dihubungi untuk berkomentar terkait hal tersebut. Pengacara Tan Rika, Ary Yunus Hendrawan menyatakan tidak kompeten untuk berkomentar.
“Saya hanya dikuasakan dalam perkara perdata. Untuk pidana ada lawyer lain,” terang Ary Yunus Hendrawa, Jumat (8/12/2023).
Kasus pemalsuan akta yang menyeret Bachtiar Rahman alias Imron berawal dari laporan PT Sembilan Tiga Perdana (PT STP), sebuah perusahaan sektor tambang. Perusahaan ini menyewa tanah tersebut dari Imron selama 11 tahun guna difungsikan sebagai pelabuhan.
Dalam perjalanannya, tanah tersebut kemudian dijual Imron kepada Tan Rika. Untuk mempertegas peralihan hak, Tan Rika kemudian membawa Imron ke notaris guna membuat perjanjian jual beli.
Dihadapan notaris, keduanya tidak menyebutkan jika tanah tersebut memiliki beban tanggungan. Tindakan itu disusul dengan upaya penguasaan fisik lahan yang dilakukan Tan Rika.
Akibatnya, PT STP mengalami kerugian yang cukup besar. Melalui tim legal, pihak perusahaan pun langsung membuat laporan ke Polisi.
“Kerugian kurang lebih Rp80 miliar, karena sampai saat ini belum beroperasi, lantaran aktivitas persyaratan/izin lokasi tidak memenuhi,” kata kuasa hukum PT STP, Leo Siregar. (Mit)
Discussion about this post