KALAMANTHANA, Muara Teweh – Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kabupaten Barito Utara (Disnakertranskop UKM Barut), M Mastur menegaskan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan kewajiban perusahaan.
Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) bagi buruh atau pekerja kata Mastur merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan pekerja atau buruh dan keluarganya dalam merayakan hari raya keagamaan.
Pembayaran THR merupakan kewajiban pengusaha kepada pekerja atau buruh. Pembayaran THR ini wajib dilaksanakan secara konsisten dan tepat waktu sesuai Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang pelaksanaan pemberian tunjangan hari raya keagamaan tahun 2024 bagi pekerja/buruh di perusahaan.
Menurut Mastur pemberian THR keagamaan tersebut dilaksanakan dengan ketentuan yaitu THR Keagamaan diberikan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih.
Kemudian, pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.
Dijelaskannya, THR keagamaan wajib dibayarkan paling lama 7 (tujuh) hari sebelum hari raya keagamaan. Untuk besaran THR keagamaan diberikan bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih. diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah.
Dan jelasnya bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan, secara menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional sesuai dengan perhitungan masa kerja 12 x 1 (satu) bulan upah.
Bagi pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, upah 1 (satu) bulan dihitung sesuai dengan, pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan atau lebih, upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 (dua belas) bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.
Pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 (dua belas) bulan, upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang 1 (satu) bulan upah diterima tiap bulan selama masa kerja.
Bagi pekerja/buruh yang upahnya ditetapkan berdasarkan satuan hasil, maka upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.
“Bagi perusahaan yang menetapkan besaran nilai THR keagamaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan, lebih besar dari nilai THR keagamaan sebagaimana nomor 3 (tiga) di atas, maka THR Keagamaan yang dibayarkan kepada pekerja/buruh sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan tersebut,” kata Mastur.
Mastur juga menegaskan bahwa THR keagamaan wajib dibayarkan oleh pengusaha secara penuh dan tidak boleh dicicil. (sly)
Discussion about this post