KALAMANTHANA, Kuala Kapuas – Panitia khusus (Pansus) II DPRD Kabupaten Kapuas, Kalteng melakukan mengkunjungan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI di Jakarta, Selasa (7/5/2024.
Kunjungan itu sehubungan pengayaan raperda pembentukan dan susuan perangkat daerah serta raperda tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.
Kegiatan kunjungan Pansus II ke Kementerian LHK tersebut juga diikuti unsur pimpinan DPRD Kabupaten Kapuas. Ketua DPRD Kapuas Ardiansah mengatakan bahwa klausul atas kedua raperda ini sungguh sangat penting untuk dikaji sedetailnya.
“Selain itu juga meminta para ahli serta sumber yang telah memiliki pemahaman sehubungan raperda dimaksud,” kata Ardiansah.
Sementara itu Ketua Pansus II, Darwandie, mengatakan pihaknya akan mempelajari apa yang menjadi masukan untuk penjelasan raperda dimaksud.
“Agar isinya benar-benar menjadi payung hukum yang bermanfaat bagi masyarakat kita Kabupetan Kapuas,” kata Darwandie.
Sementara itu Plt Direktur Penanganan Konflk Tenurial dan Hutan Adat KLHK, Moh Said, mengatakan untuk raperda Kabupaten Kapuas dianggap sudah memenuhi.
Akan tetapi yang terpenting, kata Moh Said, adalah bagaimana mandat yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada bupati sesuai dengan kewenangannya.
“Artinya subjek masyarakat hukum adat sebagai wewenang bupati benar memenuhi kata sepanjang masih ada, bukan mengada ada sifatnya,” katanya.
Dijelaskan Moh Said bahwa kewenangan Kementerian LHK adalah memberikan ijin penguasaan hutan adat yang berada dalam wilayah masyarakat adat setelah diverifikasi, bersifat komunal dan hutan adat tersebut boleh dikomersilkan utuk kepentingan masyarat adat.
Sedangkan untuk tata ruang yang berada dalam hutan adat akan menyesuaiakan dengan tata ruang hutan adat. Dimana ini berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 12 tahun 2024.
Kemudian pembentukan Perda Kabupaten juga harus memperhatikan Peraturan Menteri Agraria Nomor 12 Tahun 2014. Karena dalam pasal 3 Permen tersebut menyatakan pelaksanaan hak ulayat oleh masyarakat hukum adat tidak boleh:
“Pertama tanah yang sudah dikuasai oleh perorangan atau badan hukum. Dua, tanah yang sudah ada dibangun fasilitas umum. Tiga, tanah yang sudah dibebaskan oleh instansi pemerintah. Empat, tanah bekas swapraja,” beber Moh Said. (Humasprosetwan)
Discussion about this post