KALAMANTHANA, Penajam – Tim Saber Pungli Penajam Paser Utara sudah memeriksa tiga orang di luar tersangka DM dalam kasus operasi tangkap tangan pengurusan surat tanah di Desa Babulu Darat, Kecamatan Babulu. Termasuk kepala desa. Adakah peran kepala desa dalam kasus ini?
Saat diperiksa tim Saber Pungli PPU, AJ yang jadi Kepala Desa Babulu Darat, menyatakan tidak pernah menginstruksikan pegawainya untuk melakukan penarikan sejumlah dana kepada warga yang mengurus surat kepemilikan tanah (SKT).
“Dari hasil pemeriksaan sementara, pungli yang dilakukan DM itu murni untuk memperkaya diri sendiri,” ujar anggota Pokja Saber Pungli PPU, Aiptu Arnomo di Penajam, Rabu (15/3/2017).
Tapi, Tim Saber Pungli tak percaya begitu saja bahwa DM menjadi pemain tunggal dalam kasus pungli ini. Karena itu, mereka akan terus mendalami praktik pungli yang dilakukan DM dengan memeriksa sejumlah saksi lainnya.
“Kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain. Selain memeriksa kades, bendahara dan bagian tata pemerintahan, polisi juga akan memeriksa sejumlah saksi lainnya,” tambahnya.
DM, honorer di Kantor Desa Babulu Darat itu, dalam pemeriksaan mengaku melakukan penarikan sejumlah dana pengurusan SKT atas inisiatif sendiri. DM memasang tarif minimal Rp350.000 untuk memperlancar pengurusan satu SKT dan tarif itu tidak bisa dinego atau ditawar.
“Selain itu, DM juga meminta jatah sekitar 5 persen dari setiap penjualan tanah warga yang diurusnya,” tambahnya.
Barang bukti yang disita tim Saber Pungli Kabupaten Penajam Paser Utara pada operasi tangkap tangan itu berupa uang tunai sejumlah Rp2.800.000 dan lima bundel SKT. Selain juga menyiya SK (surat keputusan) pengangkatan DM sebagai pegawai Pemerintah Desa Babulu Darat.
Sebelumnya, Ketua Tim Saber Pungli PPU, Kompol Nina Ike Herawati di Penajam membeberkan cara D beraksi. “Dari hasil pemeriksaan, D mengaku memasang tarif minimal Rp350 ribu untuk memperlancar pengurusan satu SKT. D tak mau dinego terkait tarif itu,” sebut Nina. SKT adalah surat kepemilikan tanah yang dikeluarkan desa untuk bukti sementara kepemilkan tanah.
Itu untuk pengurusan SKT. Untuk proses jual beli dan transaksi tanah, dia juga mengentit angka dari para pihak. D, menurut Nina, berani minta jatah sekitar 5 persen dari setiap penjualan tanah warga yang diurusnya.
Tersangka DM terjerat pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Korupsi dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara. (myu)
Discussion about this post