KALAMANTHANA, Samarinda – Akhirnya, Polda Kalimantan Timur menetapkan orang pertama sebagai tersangka dalam kasus operasi tangkap tangan dugaan pungutan liar di Pelabuhan Peti Kemas Palaran, Samarinda. Dia adalah DHW, Sekretaris Koperasi Samudera Sejahtera (Komura).
“Satu tersangka sudah kami tetapkan, yakni Sekretaris Komura Samarinda dan masih akan berkembang lagi. Beberapa saksi di samping orang-orang yang diamankan dalam OTT, terus kami lakukan pemeriksaan, termasuk Jafar Al Gafar selaku Ketua Koperasi Komura,” ujar Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Ade Yaya Suryana didampingi Direktur Reskrimsus Polda Kaltim Kombes Nasri di Samarinda, Sabtu (18/3/2017).
Penetapan tersangka sekretaris Komura itu berdasarkan Pasal 368 KUHP, dan atau Pasal 3,4,5 UU No 8/2010, dan atau Pasal 12e UU No 31/1999 Jo 56 KUHP. Sedangkan untuk barang bukti uang sebesar 6,1 milyar yang diamankan di kantor Komura di duga merupakan uang hasil kejahatan (Corpora delict).
Pengungkapan dugaan praktik pungutan liar di Pelabuhan Peti Kemas Palaran Samarinda itu dilakukan tim gabungan Bareskrim Mabes Polri bersama Polda Kaltim dan Polresta Samarinda pada Jumat (17/3).
Pada pengungkapan tersebut, tim gabungan yang juga dikawal personel Brimob Polda Kaltim menyita uang sejumlah Rp6,1 miliar, dua unit CPU serta sejumlah dokumen.
Tim Bareskrim dan Polda Kaltim juga sempat mengamankan 15 orang untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
Kapolda Kaltim Inspektur Jenderal Polisi Safaruddin usai memimpin langsung tim gabungan pada Jumat (17/3) mengatakan, pengungkapan dugaan praktik pungutan liar itu berdasarkan laporan masyarakat ke Bareskrim Polri.
“Laporan yang masuk ke Bareskrim dan Polda Kaltim menyebutkan bahwa biaya yang dikeluarkan pengguna jasa cukup tinggi. Jika dibandingkan dengan di Surabaya, Jawa Timur, biaya untuk satu kontainer hanya Rp10 ribu, sementara di sini (Samarinda) untuk kontainer 20 feet dikenakan tarif Rp180 ribu dan yang 40 feet sebesar Rp350 ribu. Jadi, selisihnya lebih dari 180 persen,” terangnya.
“Secara sepihak mereka dengan mengatasnamakan koperasi menerapkan tarif tenaga kerja bongkar muat (TKPM) tinggi. Padahal, di Pelabuhan Peti Kemas Palaran itu sudah menggunakan mesin atau ‘crane’, tetapi mereka meminta bayaran namun tidak melakukan kegiatan buruh,” jelas Safaruddin. (tnk/ik)
Discussion about this post