KALAMANTHANA, Samarinda – Menandai tepat enam bulan ditutup, karyawan Rumah Sakit Islam Samarinda, Kalimantan Timur, bereaksi. Mereka menuntut pemerintah mengizinkan kembali rumah sakit tersebut beroperasi.
Tuntutan itu disampaikan karyawan RSI Samarinda dalam aksi massa yang diikuti puluhan orang. Selain karyawan rumah sakit, aksi tersebut diikuti pula sejumlah organisasi masyarakat. Mereka menggelar demo damai di depan Balai Kota Samarinda.
Sebelum menggelar aksi di balai kota, para karyawan RSI juga menggelar aksi yang sama di depan kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajahmada Samarinda. Namun di sini mereka hanya melakukan orasi dan menuntut kejelasan status Rumah Sakit Islam.
Di balai kota, selain berorasi secara bergantian, para peserta aksi juga melakukan doa bersama agar tuntutan soal izin operasional rumah sakit yang beberapa waktu lalu tidak diperpanjang, bisa kembali diterbitkan oleh wali kota.
Direktur RSI Samarinda, dr Sadik Sahil mengharapkan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dan Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang memiliki kepedulian untuk menyelesaikan persoalan RSI dengan bijak. ”Kita mengharapkan kearifan dan kebijakan dari pemerintah, baik itu dari Gubernur Kalimantan Timur maupun Wali Kita Samarinda untuk dapat memperpanjang izin operasional rumah sakit. Hari ini tepat enam rumah sakit ditutup,” ujar Sadik.
Ia tidak menginginkan korban bertambah akibat penutupan Rumah Sakit Islam. Sebab, meskipun telah ditutup, masih ada pasien yang ingin berobat di RSI.
Bahkan, dia berkisah, ada kejadian pasien sakit parah terpaksa harus dilarikan ke rumah sakit lain, tetapi dalam perjalanan pasien itu meninggal dunia. “Kita lebih mengutamakan kepentingan masyarakat dibanding kepentingan yang lain. Dampak akibat permasalahan ini sangat besar, terutama dalam pelayanan. Belum sempat sampai di rumah sakit yang dituju sudah meninggal dalam perjalanan, apakah ini yang diinginkan oleh para pengambil kebijakan,” tambah Sadik.
Meskipun selama, enam bulan telah ditutup, pihaknya masih bertanggung jawab dengan nasib para karyawan Rumah Sakit Islam dengan tetap membayarkan gaji mereka. “Sementara masih bisa kita tutupi, tetapi ini tidak bisa bertahan lama, karena pemasukan rumah sakit memang tidak ada lagi setelah izin tidak diperpanjang,” tegasnya.
Sementara itu, Staf Ahli Wali Kota Samarinda Sucipto Wasis yang menemui perwakilan pendemo belum bisa mengambil keputusan karena masalah itu menjadi kewenangan kepala daerah. “Saat ini Pak Wali Kota sedang ke Penajam Paser Utara menghadiri pembukaan MTQ. Rencananya tanggal 18 Mei beliau ada di Samarinda dan nanti kami koordinasikan dengan protokol soal pertemuan dengan perwakilan karyawan RSI,” kata Sucipto.
Persoalan RSI ini memuncak saat terjadi pengambilalihan pengelolaan RSI dari Yarsi ke RSUD AW Syahrani milik Pemprov Kaltim. Masalah bermula dari terbitnya SK Gubernur Kaltim tentang Pencabutan penggunaan lahan dan bangunan Juli lalu sehingga RSI otomatis kehilangan lahan dan bangunan yang memaksa pengelolaannya berada di bawah manajemen AW Syahrani yang berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Kaltim.
Memorandum of Understanding (MoU) peralihan pun diteken pada 3 Agustus. Lima hari kemudian, Pemprov Kaltim memasang papan nama baru RSI, yakni RSUD Islam Klas C AW Sjahranie. Saat itulah, langkah Pemprov Kaltim mulai mendapat ganjalan, karena pengurus Yarsi menolak dengan alasan belum ada surat perjanjian kerja bersama (SPKB). Sementara itu, pemprov menyatakan, MoU sudah mencakup kerja sama itu. Inilah awal mengemuka perseteruan antara pihak pemprov dan Yarsi. (ik)
Discussion about this post