KALAMANTHANA, Muara Teweh – Rapat dengar pendapat mengenai PT Antang Ganda Utama (AGU) menguak banyak masalah seputar sepak terjang perusahaan besar sawit (PBS) yang telah beroperasi sekitar 25 tahun di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah.
Apa saja masalahnya? Anggota DPRD Barut Purman Jaya (Daerah Pemilihan II – Kecamatan Teweh Baru dan Teweh Selatan) membeberkan, empat kelalaian dan pembiaran yang dilakukan PT AGU selama operasional di Barut. Pertama, menciptakan keresahan antar desa dan antar kecamatan. Kedua, urusan ribuan tenaga kerja yang tidak pernah tuntas, khususnya soal PHK. Akibatnya, banyak karyawan PT AGU berkeliaran mencari makan, karena hak-hak mereka tidak dipenuhi.
Ketiga, soal kemitraan yakni kebun karet warga dijadikan kebun sawit tetapi hasilnya nihil. Contoh di Desa Sikan, Kecamatan Montallat dalam kontrak PT AGU dengan Koperasi Karya Bersama tertera 4.350 hektare, sehingga koperasi mengeluarkan kartu anggota sebanyak 1.400 namun yang ditanam cuma 500-800 hektare. Keempat, menyangkut pesangon. Para karyawan yang hendak pulang ke Jawa dan Lombok tidak mendapatkan pesangon dari PT AGU, karena penyelesaian masalah bertele-tele.
“Kita harus mengambil sikap berupa rekomendasi untuk menyikapi serentetan masalah tersebut. Kebun warga sudah berbuah, tetapi tidak dipelihara oleh PT AGU. Saya juga menyinyalir ada dana masyarakat yang terkatung-katung karena disimpan PT AGU,” ujar pria yang akrab dipanggil Haji Gogo ini di ruang rapat DPRD Barut.
Politisi PDI Perjuangan Henny Rosgiaty Rusli mengatakan, kasus yang terjadi di PT AGU sudah berlangsung lama. Apalagi masalah PHK, gejolaknya sangat merugikan masyarakat. Sewajarnya, jika DPRD mendukung pemerintah untuk bersikap tegas.
Menanggapi tudingan anggota DPRD, Humas PT AGU Said Abdullah menjawab bahwa pihaknya tidak hadir di gedung DPRD karena tidak menerima undangan. Soal urusan di lapangan, PT AGU sudah masuk tahap penyelesaian alias finalisasi masalah di Desa Sikan, Kecamatan Montallat.
Bukan hanya itu, katanya, PT AGU telah menghasilkan MoU-MoU dengan masyarakat sekitar lokasi kebun yang diwakili Dewan Adat Dayak (DAD) pimpinan Junio Suharto. Tapi dia tak merinci nama desa atau kecamatan, karena alasan baru tiga hari memegang pos humas. “Di Sikan kita sudah mulai kerja, alat berat sudah masuk dan bekerja sejak kemarin. Adapun draf MoU sudah diserahkan kepada DAD untuk dibahas bersama masyarakat. Yang pasti, banyak kemajuan di lapangan,” jelas Said.
Sementara Ketua DAD Barut Junio Suharto mengatakan, pihaknya menerima bahan tentang lokasi milik masyarakat yang berada di luar HGU PT AGU. Lahan tersebut dijadikan lahan kemitraan di desa-desa pada kecamatan di sekitar lokasi PT AGU. “SKTA-SKTA ditarik dan dikembalikan kepada masyarakat adat,” katanya. (mki)
Discussion about this post