KALAMANTHANA, Samarinda – Kursi Gubernur Kalimantan Timur 2018-2013 yang sudah ada di depan kandidat Partai Golkar, kini terancam kandas. Beragam persoalan yang membelit pucuk pimpinan partai menjadi penyebab utamanya.
Kalimantan Timur menjadi daerah di mana Golkar paling awal menetapkan calon yang hendak diusung pada Pilkada serentak 2018. Golkar menetapkan Rita Widyasari sebagai kandidat yang hendak dimajukan melalui rapat pimpinan daerah khusus (rapimdasus) Partai Golkar Kaltim pada 11 Februari 2017 lalu.
Tak banyak kandidat yang dipastikan Golkar dalam masa yang terhitung awal itu. Selain Rita sebagai kandidat calon Gubernur Kaltim, Golkar juga menetapkan Nurdin Halid dalam posisi yang sama untuk Pilkada Sulawesi Selatan.
Tetapi, badai politik mulai menerpa Golkar, terutama di Kaltim. Rita, calon yang menurut banyak lembaga survei merupakan kandidat dengan popularitas dan elektabilitas tertinggi, tiba-tiba tersandung kasus dugaan korupsi.
“Ibu Rita Widyasari ditetapkan sebagai tersangka, tapi bukan OTT (operasi tangkap tangan),” ujar Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif di Jakarta, 26 September lalu.
Status tersangka, sejatinya sudah 99 persen menggagalkan Rita maju di Pilgub Kaltim 2018. Apalagi, Rita yang digarap KPK dalam dua kasus dugaan korupsi, urung melakukan gugatan praperadilan.
Golkar terlihat galau dengan situasi politik semacam itu. Keinginan mereka begitu kuatnya mengusung Rita. Tapi, apakah Rita berada dalam status politik dan hukum yang menguntungkan saat Golkar mendaftarkan pasangan calon yang akan diusung pada Januari tahun depan? Sangat kecil kalau tak mau dibilang mustahil.
Si Beringin mulai mengambil langkah menuju skenario lain. Mereka akan menyiapkan kandidat lain. Langkah politik Golkar ini boleh dibilang sedikit terlambat. Sebab, hingga saat ini, mereka baru pada tahap memetakan siapa saja kandidat potensial yang bisa diusung menggantikan posisi Rita.
Tak hanya persoalan waktu yang mepet, Golkar juga dihantam badai yang tak pernah berhenti. Ketua DPP Partai Golkar, Setya Novanto, jadi bulan-bulanan dengan kasus dugaan korupsi KTP-elektronik (e-KTP).
Sempat berada di atas angin karena menang praperadilan, posisi Setya Novanto dan tentu saja berpengaruh pada elektabilitas Partai Golkar, sangat terasa pada tiga titik ini: penetapan kembali Setnov sebagai tersangka, “penyerbuan” penyidik KPK di rumah Setya Novanto di Jalan Wijaya, dan kecelakaan lalu lintas yang membuatnya harus kembali menjalani perawatan di rumah sakit.
Golkar pun, sedikit banyaknya, memberi contoh langkah politik yang tak elok pada sejumlah persiapan menjelang pilkada serentak di lain daerah. Keputusan mereka mengusung Ridwan Kamil, dan bukan Dedi Mulyadi yang sudah disiapkan sejak lama di Pilkada Jabar, sedikit banyaknya bisa berpengaruh negatif terhadap suara kandidat Golkar di Pilkada Kaltim 2018 nanti.
Betapa citra Partai Golkar sedang merosot gara-gara peristiwa politik dan hukum tersebut, setidaknya tergambar dari hasil survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Survei itu menunjukkan suara Golkar tergerus cukup signifikan.
“Setya Novanto hanyalah salah satu sumber defisit kredibilitas Partai Golkar,” ujar penelisi SMRC, Sirajuddin Abbas. Sumber lainnya adalah banyaknya pimpinan Partai Golkar, baik di daerah maupun pusat, yang berurusan dengan KPK dan lembaga penegak hukum lainnya. Termasuk di antaranya Rita Widyasari, Ketua DPD Partai Golkar Kaltim, Bupati Kutai Kartanegara, dan calon yang sudah ditetapkan Golkar sebagai kandidat di Pilkada Kaltim 2018. (ik)
Discussion about this post