BERSAMA delapan anggota PWI Barito Timur dan Barito Selatan, wartawan KALAMANTHANA, Anigoru, memenuhi undangan PT Adaro Indonesia meninjau wilayah operasi, terutama sektor pemberdayaan masyarakat. Berikut catatan perjalanannya selama dua hari, 19-20 Maret 2018 lalu.
Tidaklah mudah mencapai Desa Mangkatip di Kecamatan Dusun Hilir, Kabupaten Barito Selatan. Dari Kalanis, Pelabuhan PT Adaro Indonesia, butuh waktu 45 menit. Jangan bayangkan jalan yang mulus seperti jalan tambang yang dibangun Adaro. Sebab, jalur menuju Mangkatip justru harus dilewati dengan perahu bermotor, menyusuri aliran Sungai Barito.
Meski tersuruk, jejak Adaro ada di Mangkatip. Bukan jejak yang buram, melainkan yang memberi harapan. Di situlah, sejumlah program pemberdayaan masyarakat dalam format CSR PT Adaro Indonesia, mencoba membangkitkan harapan warganya.
Karena jejak cerah Adaro itu pulalah, kedatangan wartawan di Mangkatip diterima warga dengan ceria. Salah satunya adalah mereka yang tergabung dalam Kelompok Tani Suka Maju.
Tahun lalu, kelompok tani ini menerima bantuan dari program CSR PT Adaro Indonesia. Tidak besar nilainya. Hanya Rp25 juta. Tapi, dana itu mampu jadi stimulus. Berbekal dana itu, Suka Maju mencoba mengembangkan penanaman cabe dan terong dalam media tanam polibag dan ternyata berhasil.
Ketua Kelompok Tani Suka Maju, Gunandi menuturkan pihaknya memilih mengunakan dana CSR Adaro untuk menanam cabe dan terong dengan media polibag dilatarbelakangi kondisi daerah itu yang kekurangan sayur-sayuran. Bagaimana menanam sayur di dataran rendah jika daerah mereka kerap jadi sasaran terjangan luapan Sungai Barito.
Teknologi amat sederhana, menanam cabe dan terong dalam polibag, bisa menyiasati kesulitan warga itu. Terlebih kelompok tani beranggotakan 20 orang ini dibimbing penyuluh lapangan Liden.
Wajar jika Gunandi, pria berusia 72 tahun itu, dan kawan-kawan menyampaikan terima kasih tulus terhadap Adaro. Bukan karena bantuan yang Rp25 juta, melainkan ketulusan membantu dan membina masyarakat pada titik yang paling rendah. “Itu sangat berarti bagi kami yang membutuhkannya,” sebut Gunandi.
Kelompok Tani Suka Maju, cabe, dan terong, bukanlah satu-satunya harapan yang coba dibangun Adaro di Mangkatip. Menariknya, pemberdayaan itu dilakukan di berbagai sektor. Dari pertanian, industri rumahan berdaya guna, hingga –tentu saja ke sektor—kesehatan dan pendidikan. Melibatkan tak hanya pria, tapi juga wanita. Tak cuma orang tua, juga anak muda.
Tengoklah betapa senangnya Sinawesi, seorang ibu di Mangkatip, berkisah tentang sukses mereka karena diberdayakan Adaro. Kini, dia dan ibu-ibu tak lagi hanya bergosip ria setelah selesai menangani urusan rumah tangga. Mereka bisa menambah penghasilan keluarga dengan menggeluti anyaman rotan. “Saya dan kawan-kawan bersyukur bisa diperhatikan dan dibantu Adaro melalui program CSR ini,” ujar Sinawesi.
Bersama rekan-rekannya, Sinawesi mendirikan Kelompok Usaha Kerajinan Rotan ‘Melati’. Rekan-rekannya mempercayakan Sinawesi sebagai ketua kelompok.
Dari Adaro, mereka menerima bantuan dana CSR sebesar Rp50 juta. Tidak juga terlalu besar. Yang besar tetap saja manfaatnya. Kini, kelompok ini sudah memiliki omset sedikitnya Rp20 juta. Produk mereka antara lain berupa tas, hiasan dindin, lawung, hingga tikar. Kualitasnya cukup bagus dan bisa membanggakan daerah.
“Kami bersyukur. Meskipun bantuan ini sangat kecil dibandingkan penghasilan Adaro, tapi sangat bermanfaat bagi kami, masyarakat kecil yang membutuhkannya,” sebut Sinawesi.
Lawatan ke Mangkatip diakhiri dengan kunjungan ke Puskesmas Dusun Hilir. Sebuah puskesmas lumayan modern di kawasan yang tersuruk di Barito Selatan. Termasuk salah satu puskesmas terakreditasi dan peran Adaro tidak kecil dalam hal itu.
Puskesmas ini menerima bantuan ambulans sungai berupa speedboat dan fasilitas penunjang lainnya. Warga setempat merasa sangat terbantu. Sebab, jika ada yang sakit, tak lagi harus bersusah payah. Mau dirawat di puskesmas, fasilitas rawat inapnya sudah ada. Mau dirujuk ke rumah sakit di pusat pemerintahan Barito Selatan, bisa menggunakan ambulans sungai.
Kesan yang muncul adalah betapa program pemberdayaan masyarakat PT Adaro Indonesia memberi manfaat besar bagi warga sekitar. Seperti lampu kecil yang bisa menerangi seluruh wilayah Mangkatip.
Kemitraan PT Adaro Indonesia dengan masyarakat sekitar, sama akrabnya dengan kemitraan perusahaan tambang batu bara terbesar di Kalimantan ini dengan wartawan. Kunjungan ke Mangkatip dalam agenda media gathering bertajuk Gathering and Sharing Journalism (Garis) adalah wujud keakraban PT Adaro Indonesia dengan wartawan di sekitar lokasinya.
Sebelum melawat ke Mangkatip, wartawan Bartim dan Barsel kian mengakrabkan diri dengan manajemen PT Adaro Indonesia dalam acara malam ramah tamah di Hotel Aston, Tanjung. Hadir pula kompatriot wartawan dari PWI Tabalong dan Balangan.
Rombongan wartawan berkesempatan mengunjung kawasan pelabuhan PT Adaro Indonesia di Kalanis, Kecamatan Dusun Hilir, yang berjarak sekitar 80 kilometer dari wilayah produksi yang berada di Kabupaten Tabalong dan Balangan, Kalimantan Selatan. Begitu berartinya relasi kedua pihak itu, sehingga Kepala Divisi Coal Processing and Barge Loading Kalanis Facility, Sutoto, meluangkan waktu menyambut rombongan wartawan Bartim dan Barsel.
Sebelum berkeliling melihat lokasi pelabuhan berkapasita produksi 60 ribu ton perhari ini, jurnalis terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai keberadaan pelabuhan yang merupakan area terbatas hanya bagi karyawan ini. Bagaimana operasional serta pengelolaan limbah air sehingga tidak mencemari lingkungan di sekitar pelabuhan dan sungai Barito, ikut dijelaskan terang benderang. (anigoru)
Discussion about this post