KALAMANTHANA, Muara Teweh – “Lapor Bos, ada orang yang menghalangi kegiatan panen di kebun sawit milik kita! ” begitu kia-kira perkataan Askep perusahaan sawit PT Multi Persada Gatramegah (MPG), Asep Syaifudin kepada General Manager PT MPG, Suwandi, di suatu pagi, 19 November 2021. Perusahaan tersebut beroperasi di Desa Karamuan, Kecamatan Lahei Barat, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah.
Tak penting dibahas di sini, apakah Asep selaku bawahan melaporkan lewat HT (handy talkie), lewat HP (handphone), atau datang langsung menemui bosnya, Suwandi, pria keturunan asal Medan, Sumatera Utara.
Tetapi mari kita simak dampak bin impak alias efek dari laporan tersebut. Sungguh dahsyat! Enam orang warga Desa Karamuan, yakni Juliadi, Ajan, Bandiano, Irvan Saputra, Gogon, dan Nedi, berubah total statusnya.
Mereka yang cuma orang biasa, wong cilik, rakyat kecil, kebetulan menjadi anggota Barisan Pertahanan Masyarakat Adat Dayak (Batamad), kini terpaksa menjadi pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Muara Teweh. Keenamnya disematkan sebutan terdakwa, istilah dari sistem hukum positif.
Baca Juga: Enam Anggota Batamad Memohon Tahanan Luar, Belum Disetujui Hakim
Mereka menjadi terdakwa setelah melalui proses hukum. Proses hukum mulai berjalan, saat Suwandi yang mengaku dikeroyok dan dipukul di Divisi C Camp-10, Desa Karamuan melayangkan laporan ke polisi. Bersama Medan connectionnya dan seorang anggota Polri yang kebetulan bertugas di PT MPG, Suwandi mendatangi Polres Barito Utara pada 19 November 2021.
Laporan Suwandi dilengkapi dengan barang bukti baju kaosnya yang sobek serta alat bukti standar seperti hasil visum. Ada luka dan, memar di bagian tubuh Suwandi, sebagaimana bunyi dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Satu hal yang sudah klir, saat terjadi insiden di DIivisi C, Camp-10 tak ada pihak yang menggunakan senjata tajam. Ini dibenarkan, oleh Suwandi sendiri dan saksi Timothy Batubara di muka persidangan.
Soal apakah itu benar pengeroyokan atau penganiayaan, seperti diatur dalam Pasal 170 Ayat (1) Jo 351 Ayat (1) jo Pasal 55 Ayat (1) Angka 1 KUHP, ataukah hanya sekadar tarik-menarik, antara stu orang melawan enam orang, biarlah hakim di PN Muara Teweh yang memutuskannya.
Pertikaian atau perseteruan sudah melebar. Kini yang mencuat ke publik masalah antara perusahaan sawit PT MPG dengan Batamad sebagai sayap dari Dewan Adat Dayak (DAD).
Imbas perseteruan tersebut, keluarga para terdakwa langsung merasakan akibatnya. Mereka harus PP Karamuan-Muara Teweh selama beberapa hari terakhir. Ini akan berlanjut pada sidang kedua, Senin (4/4/2022). Semua pakai biaya. Padahal penghasilan mereka pas-pasan.
“Mereka itu ibarat rumput kering. Yang beli makanan buat suaminya saja, kadang harus ngutang di warung. Miris hati, ” beber Dewan Pakar DAD Barito Utara, Sofwad, Jumat (1/4/2022) pagi.
Sekretaris DAD sekaligus Komandan Brigade Batamad Barito Utara Hertin Kilat, mengirimkan pesan yang lebih jelas bahwa pihaknya tak bisa sendirian dibiarkan menjamin kondusitivitas pada sidang kedua Senin mendatang, jika enam anggotanya tak dikabulkan, menjadi tahanan luar.
“Ini bukan ancaman. Tapi tolong aparat hukum dan pemerintah mempertimbangkan suasana psikologis dan sosiologis yang muncul saat ini. Kami tak sanggup terus-menerus menenangkan pihak keluarga, sedangkan enam orang itu masih dalam tahanan, ” kata Hertin, Kamis malam.
Kiranya semua pihak dengan kepala dingin menyikapi masalah ini. Jangan ada pihak merasa besar kepala, karena sokongan dana yang kuat, lalu melihat pihak lain dengan sebelah mata. Kita semua tidak mau daerah ini terbakar, cuma gara-gara masalah sepele.(MELKIANUS HE)
Discussion about this post